Interpretasi Dari Buku Karangan Abdurrahman Wahid yang Berjudul "Tuhan Tidak Perlu Dibela"
Dalam suasana hingar bingar diatas pentas sosial politik nasional mutakhir, berkembang anekdot kecil serta hipotesis sederhana di kalangan masyarakat bawah tentang revisi terhadap tiga misteri hidup yang hanya diketahui oleh tuhan. Yaitu Kelahiran, Jodoh dan Kematian. Atas dasar itu ada segelintir anak manusia yang nampaknya tak karuan menghakimi tuhan dengan sejuta dogmanya. Dengan perjalanan jauh, banyak anak negeri yang hijrah dari rahimnya untuk melangkah ke negeri seberang nun jauh disana. Ia memutuskan untuk berstudi diluar daerah asalnya karena ingin membersihkan diri dari serangan kebodohan. Alibi keterbatasan kemajuan dan tidak meratanya kualitas pendidikan antara daerahnya dan daerah seberang sehingga ia menyeberang jauh demi untuk mencuci isi kepalanya dengan beragam unsur retoris maupun empiris.
Keberangan biasanya terjadi saat ia merenungi soal kelahiran, jodoh dan kematian. Mungkin karena sebab kemapanan pengetahuannya atau mungkin sebab akalnya terlalu vulgar dan sensitif dalam bermain-main dengan imajinasi. Terkadang ia menyesali mengapa ia dilahirkan di daerah pelosok, bukan di daerah perkotaan yang syarat akan keramaian. Mengapa pula ia berjodoh dengan pasangan hidupnya yang ia sendiri pun tak menyadari seperti apa rasa bahagia ketika bersama pasangannya itu. Bahkan mungkin ia ingin kematian menghampirinya ketika telah siaga dalam menyiapkan bekal akhiratnya, bukan pada saat-saat ketika ia sedang terlena dengan godaan duniawi ataupun saat sedang menikmati masa mudanya yang berapi-api. Orang muda memang mayoritas biasanya selalu termenung dan berani melakukan sesuatu tanpa merumuskan apa yang seharusnya ia pikirkan. Keberangan dan kecelakaan berpikir memanglah wajar dan lumrah jika kita menukil sesuatu dari sudut pandang yang salah. Menyandarkan interpretasi terhadap sesuatu secara sepihak pun bukan perkara yang mengandung restu oleh semesta.
Hakekatnya Allah itu Maha besar. Ia tidak memerlukan pembuktian akan kebesaran-Nya. Ia maha besar karena Ia ada, apapun yang diperbuat orang atas diri-Nya, sama sekali tidak ada pengaruhnya atas wujud-Nya dan atas kekuasaan-Nya. Kalau kemudian kita mengikuti jalan pikiran tarekat diatas maka seyogianya informasi atau ekspresi diri yang dianggap merugikan Islam sebenarnya tidak perlu dilayani. Cukup diimbangi dengan informasi dan ekspresi diri yang positif konstruktif. Kalau gawat maka cukup dengan jawaban yang mendudukkan persoalan secara dewasa dan biasa-biasa saja. Tidak perlu mengkambinghitamkan segala ketetapan tuhan.
Teori relativitas yang digagas oleh Albert Einstein itu dapat lahir karena adanya Tuhan. Mutlaknya dunia bergantung pada mutlaknya tuhan, relatifnya dunia adalah relatifnya manusia. Islam perlu dikembangkan, tidak untuk dihadapkan pada serangan orang. Kebenaran Allah tidak berkurang sedikitpun dengan adanya keraguan orang. Maka ia pun tenteram. Tidak lagi merasa bersalah dan berdiam diri. Tuhan tidak perlu dibela, walaupun tidak juga menolak dibela. Bila engkau menganggap Allah itu ada hanya karena engkau merumuskannya, hakekatnya engkau sudah menjadi kafir. Allah tidak perlu disesali kalau Dia menyulitkan kita. Juga tidak perlu dibela kalau orang menyerang hakikat-Nya karena Ia mutlak.***AMP
Keberangan biasanya terjadi saat ia merenungi soal kelahiran, jodoh dan kematian. Mungkin karena sebab kemapanan pengetahuannya atau mungkin sebab akalnya terlalu vulgar dan sensitif dalam bermain-main dengan imajinasi. Terkadang ia menyesali mengapa ia dilahirkan di daerah pelosok, bukan di daerah perkotaan yang syarat akan keramaian. Mengapa pula ia berjodoh dengan pasangan hidupnya yang ia sendiri pun tak menyadari seperti apa rasa bahagia ketika bersama pasangannya itu. Bahkan mungkin ia ingin kematian menghampirinya ketika telah siaga dalam menyiapkan bekal akhiratnya, bukan pada saat-saat ketika ia sedang terlena dengan godaan duniawi ataupun saat sedang menikmati masa mudanya yang berapi-api. Orang muda memang mayoritas biasanya selalu termenung dan berani melakukan sesuatu tanpa merumuskan apa yang seharusnya ia pikirkan. Keberangan dan kecelakaan berpikir memanglah wajar dan lumrah jika kita menukil sesuatu dari sudut pandang yang salah. Menyandarkan interpretasi terhadap sesuatu secara sepihak pun bukan perkara yang mengandung restu oleh semesta.
Hakekatnya Allah itu Maha besar. Ia tidak memerlukan pembuktian akan kebesaran-Nya. Ia maha besar karena Ia ada, apapun yang diperbuat orang atas diri-Nya, sama sekali tidak ada pengaruhnya atas wujud-Nya dan atas kekuasaan-Nya. Kalau kemudian kita mengikuti jalan pikiran tarekat diatas maka seyogianya informasi atau ekspresi diri yang dianggap merugikan Islam sebenarnya tidak perlu dilayani. Cukup diimbangi dengan informasi dan ekspresi diri yang positif konstruktif. Kalau gawat maka cukup dengan jawaban yang mendudukkan persoalan secara dewasa dan biasa-biasa saja. Tidak perlu mengkambinghitamkan segala ketetapan tuhan.
Teori relativitas yang digagas oleh Albert Einstein itu dapat lahir karena adanya Tuhan. Mutlaknya dunia bergantung pada mutlaknya tuhan, relatifnya dunia adalah relatifnya manusia. Islam perlu dikembangkan, tidak untuk dihadapkan pada serangan orang. Kebenaran Allah tidak berkurang sedikitpun dengan adanya keraguan orang. Maka ia pun tenteram. Tidak lagi merasa bersalah dan berdiam diri. Tuhan tidak perlu dibela, walaupun tidak juga menolak dibela. Bila engkau menganggap Allah itu ada hanya karena engkau merumuskannya, hakekatnya engkau sudah menjadi kafir. Allah tidak perlu disesali kalau Dia menyulitkan kita. Juga tidak perlu dibela kalau orang menyerang hakikat-Nya karena Ia mutlak.***AMP
0 Komentar
Terima Kasih telah mengunjungi dan memberikan saran komentar terhadap konten blog ini.