Header Ads Widget

test

Info Slide

18/recent/ticker-posts

Dani Dana MAN 2 Alor, Sarana Melestarikan Budaya Lokal

Tim Dani Dana MAN 2 Alor (Dok.MAN 2 Alor)

MAN 2 Alor (Humas) - Dani dana merupakan tarian tradisional Lamaholot yang memiliki nilai keunikan dan ciri khas tersendiri di masing-masing daerah. Di Baranusa, Kecamatan Pantar Barat umumnya tarian ini dilakukan pada saat menjemput tamu yang datang dari luar daerah maupun dilakukan pada saat hajatan atau acara-acara adat sebagai wujud suka cita dan kebahagiaan. Tarian ini bertujuan untuk memperkenalkan budaya lokal kepada khalayak ramai, menyampaikan pesan kepada tamu lewat syair dan tentu saja sebagai sarana untuk mengekspresikan perasaan bahagia setelah menggelar acara-acara besar seperti pernikahan, khitanan, syukuran dan lain-lain. 

Dani-dana biasanya dimainkan oleh 4, 6, dan 8 orang hingga lebih menggunakan pakaian adat ciri khas daerah tertentu dengan diiringi musik gambus. Di Baranusa, biasanya para penari dani-dana mengenakan kawate (tenun) sebagai pakaian adat khas jika hendak memperagakan tarian ini.

Dani-dana bukan hanya sekedar tarian, bukan juga hanya sekedar ritual biasa yang dimainkan. Melainkan dani dana adalah simbol marwah dan kebanggaan lewo tanah (kampung halaman). Oleh sebab itu, para penari dani-dana sangat berhati-hati ketika hendak mendemonstrasikan tarian ini. Iringan langkah kaki dan lekukan tubuh yang digerakkan harus sinonim dengan alunan musik gambus yang menyertainya. 

MAN 2 Alor yang notabenenya merupakan salah satu lembaga pendidikan menengah ke atas di Baranusa tentu tidak ingin ketinggalan dalam membina siswa/siswinya agar mahir dalam memperagakan tarian dani dana. Sebab, ditengah hegemoni budaya luar yang gencar merasuki Indonesia khususnya Baranusa, tentu kita tidak ingin nilai-nilai kearifan lokal yang ditanamkan para leluhur di masa lalu mengalami dekadensi sebagai akibat dari arus modernisasi. MAN 2 Alor berusaha keras agar tarian dani-dana Baranusa tidak punah termakan zaman. Salah satunya adalah dengan cara membentuk tim dani-dana yang digembleng dan dilatih khusus oleh sanggar mauboli. Sebagai pembinanya adalah kepala desa Blangmerang, Abdul Rasyid Mangkop. Beliau merupakan salah satu praktisi budaya Baranusa yang sangat konsen di bidang gambus dan dani dana. Bahkan ketika ditemui oleh tim Humas MAN 2 Alor beberapa waktu lalu saat menjadikan beliau sebagai salah satu narasumber pembuatan buku Tenun sempat berujar bahwa "Being, budaya kia ti rawat lahe na ro bakal kweting (adik, jika budaya tidak dirawat maka pasti akan punah)", tuturnya dengan bahasa Baranusa kental.

Gambar : Tim Dani Dana MAN 2 Alor dan Pembinanya.

Oleh sebab itu, lembaga pendidikan harus mengambil peran secara signifikan untuk membina dan menghasilkan siswa/siswi yang tidak hanya cerdas di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Melainkan juga harus mampu menciptakan putra/putri terbaik yang menjadi harapan lewo tanah dalam merawat dan melestarikan berbagai nilai-nilai kearifan lokal yang ditinggalkan para leluhur secara turun temurun. Perhatian kita harus lebih banyak difokuskan pada bagaimana agar segala jenis kekayaan tradisional Baranusa tidak lapuk termakan zaman. Tugas lembaga pendidikan juga harus mencakup pada bagaimana cara untuk memastikan dan menjamin bahwa nilai-nilai kearifan lokal terus tumbuh subur pada setiap zaman.

Tarian dani dana tentu tidak bisa dipisahkan dari alunan musik gambus. Musik gambus juga harus menjadi indikator utama yang diperhatikan. Sebab, ditengah populernya musik barat, pop, rock, maupun dangdut di tanah air, tentu tidak lantas harus melumpuhkan musik gambus yang telah mengakar kuat sebagai salat satu musik tradisional Baranusa. Lembaga pendidikan juga harus berupaya serius agar musik gambus terus menggema di telinga masyarakat. Apalagi petikan suara gambus mengandung makna yang sakral dan khas, syahdu ketika didengar. Nadanya memberikan kenyamanan tersendiri, membuat kita terlarut dalam setiap irama yang dimainkan. Manakala jika ditunjang dengan lirik pantun sedih disertai dengan bait-bait alunan bahasa daerah Baranusa diiringi dengan irama gambus tentu akan menggetarkan jiwa setiap insan yang mendengar. Apalagi oleh para perantau yang telah lama tak pulang kampung pasti tak mampu menahan rasa pilu, air mata seakan membasahi tubuh. 


Dengan demikian maka untuk menyikapi adanya arus westernisasi yang begitu menggeliat akhir-akhir ini, kita tak boleh monoton seraya tinggal diam menyikapi situasi ini. Segala potensi yang dimiliki harus terus diberdayakan. Siklus regenerasi budaya menjadi variabel utama yang patut diperhatikan. Sebagai lembaga pendidikan, MAN 2 Alor terus aktif menyikapi persoalan ini dengan merumuskan berbagai program kegiatan belajar yang dipadukan dengan budaya lokal. Mulai dari rancangan program Muatan Lokal (Mulok) berbasis budaya hingga aktif mengasah keterampilan siswa/siswi di bidang tarian atau nyanyian lagu-lagu khas daerah melalui mata pelajaran seni budaya.

Kita sangat berharap agar segala jenis budaya lokal Baranusa tetap eksis pada setiap zaman. Tentu kita juga berharap agar generasi-generasi baru yang handal di bidang budaya terus bermunculan agar budaya Baranusa tidak punah karena macetnya proses regenerasi. MAN 2 Alor sebagai salah satu lembaga pendidikan menengah ke atas di Baranusa harus berada di garda terdepan memastikan bahwa proses regenerasi khususnya regenerasi di bidang budaya terus stabil dan lestari hingga bumi pertiwi memanggil kembali. ***AMP



Posting Komentar

0 Komentar