Oleh : Nurul Sitti Khadijah B. Abdullah, S.Pd *
 |
Doc. MAN 2 Alor
|
Tahun 2020 menjadi tahun terberat sepanjang 1 dekade terakhir. Bagaimana
tidak, tahun ini dimulai dengan keberadaan virus yang melanda dunia, yang
mengharuskan semua penduduk bumi tertib terhadap kesehatan dan menjaganya
ditambah dengan masalah yang terjadi pada
pemuda-pemudi di Indonesia yang telah mengalami kemunduran terutama dalam hal
karakter. Faktanya, berita yang dapat diakses baik cetak maupun elektronik
banyak memuat masalah yang terjadi di kalangan usia muda. Miris mendengarnya.
Pemuda-pemudi yang menjadi harapan penerus estafet kepengurusan bangsa, menjadi
pemeran keburukan dan kejahatan di masyarakat. Hal ini menyedot perhatian semua
pihak, terutama umat Islam yang menjadi mayoritas penduduk secara statistik di negara
ini.
Berbicara
tentang Islam, sebenarnya telah ada jawaban atas masalah apapun yang menimpa
umat manusia. Islam adalah ajaran yang luas (universal) dan luwes (fleksibel).
Hal ini didasari oleh pesan Nabi Shallallaahu ‘alayhi wa sallam ketika hendak
meninggalkan dunia. “Aku
tinggalkan kalian dua perkara yang jika kalian ikuti maka akan selamat. Jika
tidak, maka akan celaka. Itulah Al-Qur’an dan as-sunnah....” (Al-Hadits).
Hadits ini memberikan makna tersirat bahwa ajaran Islam yang termuat dalam Al
qur’an dan As-sunnah siap digunakan dalam hidup dengan waktu kapanpun, dan
dalam kondisi bagaimanapun.
Fase-fase penting dalam hidup Nabi terjadi pada masa
yang relatif muda. Beliau diberikan wahyu pertama kalinya ketika berusia 40
tahun. Sebelum itu, di usia belasan tahun beliau telah menjadi “entrepreuner”,
konsultan dan agen marketing yang hebat dan diakui. Hal itu juga yang menjadi
pertimbangan Khadijah sebagai investor dan pemilik barang mempercayakan beliau
menurus bisnisnya.
Sifat
Nabi yaitu amanah, shiddiq (selalu berkata jujur), fathanah (cerdas) dan
tabligh (selalu menyampaikan) segala hal baik tentang ibadah maupun muamalah
secara lisan maupun perbuatan menjadikan beliau sebagai “uswatun hasanah”
yang disampaikan Allah dalam Surah Al-Ahzab (33) ayat 21 yang artinya “Sungguh
telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang-otang yang mengharap Rahmat Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan banyak
mengingat Alllah”
Menurut tafsir Kementerian Agama Republik
Indonesia, kata “Uswah” merupakan bentuk masdar dari
asaa’-ya’suu-aswan-asan yang berarti mengikuti (iqtidaa’) atau nama dari
sesuatu yang diikuti. Akar katanya adalah alif, sin, waw yang berarti menyembuhkan
dan memperbaiki, mendamaikan (al mudaawah wa islah). Hubungan antara arti
memperbaiki, mengobati, mendamaikan dengan arti panutan yang merupakan arti
dari kata “uswah”, adalah karena orang yang memiliki pekerjaan sebagai
pendamai, orang yang mengobati, patut
dijadikan panutan.
Ayat tersebut berisikan peringatan Allah yang
ditujukan kepada orang-orang munafik bahwa sebenarnya mereka bisa menjadkan
Rasulullah sebagai contoh teladan dan panutan yang baik. Rasulullah adalah
seorang yang kuat imannya, berani, tabah, sabar, lembut, sepenuhnya percaya
terhadap takdir Allah, dan memiliki akhlak yang mulia.
Karakter tersebut yang kini menjadi krisis pada
umat Islam, terlebih di kalangan para pemuda-pemudinya. Di kalangan siswa,
bahkan tak sedikit yang merasa rugi jika menyampaikan kebutuhan sekolah pada
orangtuanya dengan jujur. Lisan mereka dipenuhi dengan “dzikir” kata-kata kotor
yang berakibat pada hal buruk yang disampaikan. Fenomena yang banyak terjadi
adalah bangga dengan globalisasi, pasar
bebas, dan keterbukaan yang lain, tetapi sebenarnya belum siap dengan konsekuensi
yang harus dihadapi sebab modal dasar diri belum kuat.
Era yang kini sedang dan akan dihadapi adalah era
dimana semua akses informasi serba mudah dan murah. Tak hanya itu,
kegiatan-kegiatan yang pada masa lalu hanya bisa dilakukan secara tatap muka
langsung, kini tak lazim lagi dilakukan secara tidak langsung, atau dikenal
dengan istilah daring. Hal ini bagai pisau yang memiliki dua mata. Jika tak
siap dengan modal akidah yang membentuk akhlak baik, maka keadaan ini dapat
menjadi senjata yang membahayakan. Namun jika akidah telah tertanam dengan baik
dan akhlak telah tercermin, maka dapat dimanfaatkan untuk alat pengembangan
diri, terlebih para pemuda-pemudi masa kini.
Kementerian Agama yang di bawahnya terdapat
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam memiliki peran yang lebih besar dalam
menghadapi realita ini sebab pelajaran Agama di Madrasah yang porsinya lebih
banyak dibanding sekolah umum lainnya. Disamping itu, pelajaran Agama dapat terintegrasi
dengan pelajaran umum lainnya sebab ajarannya yang fleksibel.
Oleh sebab itu, melihat kondisi pemuda-pemudi yang
sudah sangat memprihatinkan, Madrasah melalui pelajaran Agamanya dapat
mengambil peran. Pelajaran-pelajaran Agama bukan lagi tentang teori semata.
Caranya siswa diajak mengamati fenomena
di masyarakat, kemudian guru memberi stimulus untuk menganalisa solusinya.
Siswa dapat menjadi juru dakwah, menyampaikan hal yang semestinya. Namun
sebelum pada tahap itu, guru dan siswa telebih dahulu menerapkannya, sebab jika
tidak, maka akan menjadi boomerang bagi guru dan siswa. Allah
memperingatkan hambaNya yang beriman dalam QS. As-Saff ayat 2-3 yang artinya
“hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? (Itu) sangat dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan.
Penjelasan tafsir yang disampaikan oleh tim Kementerian
Agama tentang ayat ini adalah Allah mencela orang-orang yang menganjurkan
berbuat kebaikan tetapi yang menyuruh tidak berusahadengan sekuat tenaga melaksanakannya.
Dia atau mereka menganjurkan sesuatu, namun tidak berusaha melakukannya
merupakan perbuatan yang dibenci Allah dan merupakan perbuatan kaum
munafik.
*) Penulis adalah guru Matematika pada MAN 2 Alor
0 Komentar
Terima Kasih telah mengunjungi dan memberikan saran komentar terhadap konten blog ini.